Profil Singkat Karya Penginjilan Fransiskan
Di Panti Asuhan Santo Yusup
Sindanglaya, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat
Sejarah Singkat dan Konteks Sosial Panti Asuhan Santo Yusup
Panti Asuhan Santo Yusup merupakan salah satu karya milik Keuskupan Bogor yang di prakarsai oleh Prof. Dr. Mgr Geise OFM sebagai uskup pertama di Keuskupan Bogor. Panti ini merupakan karya karitatif Keuskupan Bogor yang terletak di Sindanglaya Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Masyarakat di daerah ini pada mayoritas beragama Islam. Keberadaan para saudara di daerah ini dimaksudkan untuk hidup bersama, ada bersama sebagai saudara-saudari dalam perbedaan. Hal itu tertera dalam catatan Sdr.Theo Koopman, perihal kedatangan seorang Fransiskan lain, Sdr. Nicolaas Geise. Ia menulis, “Geise berangkat ke Indonesia dengan cita-cita oada zaman itu: mewartakan Kristus dan menanamkan Gereja di negara yang belum mengenal Kristus. Namun berkat pergaulanya dengan orang-orang sekitarnya itu, dia mengubah pendapatnya. Dia melihat betapa para tetangganya menghayati agama mereka dengan tulus dan mulailah dia menghargai perilaku mereka. Ia meninggalkan mentalitas kolonial. Kini tugas seorang misionaris adalah menjadi orang Indonesia bersama orang Indonesia dan menghadirkan Kristus serta Gereja-Nya tanpa langsung memikirkan pertobatan.” (A.Eddy Kristiyanto OFM. 2019. Khresna Mencari Raga. Jakarta, Lamalera., hal.189.)
Kesaksian Sdr.Theo itu merupakan gambaran keberadaan masyarakat tatar Sunda, khususnya perjumpaan dengan penduduk asli suku Badui.
Pada Mei 1941, Misi Katolik memperoleh hak penguasaan atas tanah kompleks Santo Yusup di Sindanglaya dari pemilik yang lama, seorang Belanda pengusaha Hotel Sindanglaya. Sejak semula, pemilik hotel telah membuka tempat perawatan anak-anak Indo-Eropa yang rentan kesehatannya, untuk memperoleh pendidikan di alam pegunungan yang sejuk, terutama yang sesuai iklimnya bagi mereka. Dalam tulisan sejarahnya, Sdr. Eddy Kristiyanto menulis bahwa pada waktu itu Sdr.Floribertus Schneiders diutus untuk membuka yayasan baru di Sindanglaya. Untuk karya yayasan ini, dibelinya bekas hotel yang tidak laku lagi, sejak jalan yang merupakan dindinga danau dijebol dan hancur shingga kehilangan daya tarik. Hotel itu dijadikan asrama untuk anak-anak keturunan Belanda yang tidak mampu, dengan sekolah tersendiri. Sdr.Floribertus Schneiders mempimpin asrama itu dengan ditemani Sdr.Gerbert Vermeulen. Menurut catatan P.Arianens, kompleks bangunan yang besar di Sindanglaya dibeli oleh Superior Regularis. Bangunan itu dimaksudkan untuk sebuah sekolah Eropa dengan asrama, dana akan dipakai sebagai titik tolak bagi karya evangelisasi di antara penduduk pribumi. Mula-mula karya misi ini kiranya terdiri atas pendirian sekolah dan poliklinik. Tepat pada saat sebuah gedung baru selsai dibangun bagi para suster dan anak-anak, pecahlah perang yang secara mendadak menghentikan segala aktivitas.
Kondisi lain yang mengitarinya adalah Perang Dunia II dan perang revolusi kemerdekaan RI. Situasi tersebut melahirkan para yatim piatu, anak jalanan yang menggelandang. Penderitaan dan kesengsaraan yang akibat perang ini, menggerakkan kepekaan dan kepedulian kasih para Saudara- Saudara Dina (OFM). Anak-anak yatim piatu dibimbing agar memiliki masa depan yang baik. Karena itu, Pastor J.R. Wahyo Sudibyo OFM membuka dan memimpin asrama penampungan bagi kaum papa, terlantar dan yatim piatu di Jl. Kramat Raya No. 49 Jakarta; dan Pastor Albinus Kohler OFM mengumpulkan anak-anak jalanan dan yatim piatu di sekitar Cipanas. Dua rumah penampungan ini (Kramat dan Cipanas) kemudian disatukan dan bertempat di Sindanglaya, Cipanas, Jawa Barat. Penyatuan dan penempatan baru yang berlokasi di Sindanglaya ini terjadi pada 30 Desember 1947 sekaligus menandai awal berdirinya Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya.
Selanjutnya panti juga menerima anak asuh dari asrama Susteran Bogor, Rumah Sakit Misi Lebak, Asrama Bruder Caritas Purworejo yang ditutup, anak-anak dari daerah pedalaman Sukabumi Selatan, Cianjur Selatan yang terancam gerombolan DI-TII. Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya dikukuhkan melalui Akte Notaris HJJ Lamers di Bandung dengan No. 166 tertanggal 25 Oktober 1949.
Melewati masa-masa krisis
Situasi perang kemerdekaan memiliki dampak tersendiri pada kehidupan panti asuhan. Adanya rumah penampungan tidak berarti telah membebaskan anak panti dari segala penderitaannya. Ini terutama terjadi pada masa awal berdirinya. Para Suster Fransiskan Sukabumi (dulu dikenal dengan BOZ) yang ditugaskan membantu penyelenggaraan Panti Asuhan Santo Yusup sejak tahun 1954 menuturkan betapa sulitnya kehidupan anak pada waktu itu, ”pada malam hari anak-anak bolos keluar asrama untuk mencuri singkong, ubi, wortel di kebun penduduk sekitar Panti Asuhan sekedar mengganjal perut yang lapar keroncongan,” tutur Suster Gabriel Kroesen, SFS. Betapa iba hati Suster M. Ancella, SFS menyaksikan anak asuhnya membakar belalang hasil tangkapannya. Terlebih lagi Suster M. Ancella, SFS merasa sangat menyesal atas kesalahan dirinya karena membuang kulit mangga yang kemudian dipungut dan digerogoti oleh anak asuhnya.
Kesulitan pangan juga dituturkan oleh Pater Wiryosuwarno, OFM yang selalu menyaksikan bahwa gudang lebih sering berisi persediaan seperti, ubi, kentang, dan bulgur daripada terisi beras. Sementara itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup Panti Asuhan, Pater Ismail, OFM dengan ikhlas merelakan binatang kesayangannya untuk dijual dan kemudian juga membuka usaha kerajinan penggosokkan batu akik. Suster Gerarda, SFS pada saat mengawali tugasnya di Sindanglaya sejak Oktober 1954 menyatakan bahwa lemari pakaian selalu kosong tanpa persediaan bahan pakaian. Kemiskinan masih berlanjut sampai dengan kehadiran Suster Fransiska, SFS, yaitu sejak tanggal 26 Januari 1976. Beliau merasa kebingungan karena tugasnya sepanjang hari hanya diisi dengan menambal sprei yang sobeknya makin menganga lebar.
Saat-saat itu dilewati dengan penuh kesabaran. Tak ada kesulitan yang tidak teratasi. Keyakinan akan penyelenggaraan dan bantuan Tuhan memampukan para saudara dan saudari untuk terus menyampaikan KABAR BAIK bagi anak-anak yang miskin dan telantar, anak-anak yatim- piatu, anak-anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Menyongsong Masa Depan
Pater CN van der Laan OFM pernah menyampaikan gagasannya bahwa untuk membangun Panti Asuhan Santo Yusup sebagai suatu “Monumen Kasih yang Hidup”, perlu pengabdian cinta dan menebar kasih secara nyata bagi segenap kaum papa dan anak bangsa yang terlantar tanpa pandang bulu. Gaya kotbahnya yang khas dan menarik serta tegur sapanya yang lembut telah menyentuh para dermawan untuk mengulurkan tangan kasih mereka untuk berperan serta mewujudkan gagasan “Monumen Kasih yang Hidup” tadi. Dana yang terhimpun dipergunakan untuk melengkapi sarana penunjang Panti Asuhan. Di samping sarana pendidikan SD Mardi Yuana serta Poliklinik Mardi Waluya yang telah ada, dibangun pula gedung SMP Mardi Yuana yang baru (selesai tahun 1980) untuk menunjang kehidupan pendidikan anak. Jenjang pendidikan berikutnya disesuaikan dengan kebutuhan konkrit kemandirian anak dan tuntutan dunia kerja. Karena itu, panti berinisiatif mendorong anak-anak yang menamatkan studi pada jenjang SMP untuk melanjutkan studi ke tingkat atas dengan kompetensi tertentu yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Anak-anak didorong untuk masuk sekolah kejuruan. Pemikirannya ialah selain akan mudah terserap dunia kerja dengan kompetensi/skill yang mereka miliki, anak-anak memiliki kemandirian untuk meneruskan hidup dan pendidikan mereka. Tidak sedikit anak yang berhasil baik dalam jenjang pendidikan tinggi. Selain karena bantuan para penderma, keberhasilan itu ditentukan pula oleh perjuangan, kemandirian anak yang telah dibina pada tingkat sebelumnya.
Beberapa aspek pembinaan anak
Ada beberapa aspek yang turut mendorong anak asuh agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik dan membentuk sumber daya manusia. Untuk itu, Panti Asuhan Santo Yusup Sindanglaya berupaya memberdayakan anak asuhnya melalui beberapa program, seperti:
1. Peningkatan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran dilakukan melalui pelengkapan buku-buku perpustakaan sebagai sarana memperluas pengetahuan dan wawasan mereka. Dengan cara demikian, diharapkan anak asuh memiliki inteligensi serta prestasi yang tinggi sebagai bekal dasar untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang SLTA ataupun Kejuruan. Saat ini, panti juga menaruh perhatian pada pendidikan anak untuk usia pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Keterampilan dalam bidang:
- Farming: Pertanian dan peternakan. Anak-anak didampingi untuk belajar dari dan bersama alam.
- Tata boga, tata busana, dan tata rias, agar anak asuh memperoleh bekal dasar untuk menanggapi berbagai segi kehidupan dalam masyarakatnya.
- Komputer, tata administrasi, pariwisata, akuntansi dan pemasaran
- Seni: suara, musik (degung, band) dan tari
- Kepramukaan
- Menjahit
3. Pendampingan hidup rohani:
- Perayaan liturgi: Ekaristi dan ibadat
- Rekoleksi, Katekese dan Sharing Kitab Suci
- Kegiatan devosi: novena, rosario, ziarah
- Doa Bersama
- Penanaman nilai-nilai JPIC dan nilai budi pekerti lainnya.
Hidup berkomunitas
Komunitas adalah sebuah keluarga, tempat di mana yang beragam berada bersama sebagai saudara dan saudari. Anak-anak panti asuhan St.Yusup berasal dari pelbagai daerah: Bogor, Sukabumi, Cikaso, Serang, Rangkasbitung, Bekasi, Cibinong, Tangerang, Jakarta, Laktutus, Magalau (Kalsel), Badau (Kalbar), Tentang (Manggarai Barat), Kurubhoko (Bajawa), dan Kendari (Sulawesi Tenggara). Anak-anak ini datang dengan pelbagai latar belakang budaya dan agama (Katolik, Kristen Protestan, Islam, Budha dan Hindu). Mereka tinggal dalam komunitas-komunitas anak dengan tataaturan tertentu. Diharapkan agar tata aturan yang dibentuk membantu anak-anak untuk berkembang sebagai manusia yang manusiawi.
Saat ini ada 4 (empat) unit/komunitas anak. Daya tampung empat asrama ini bisa mencapai 300 anak. Ada 4 unit / wisma anak:
1. Wisma Agnes, merupakan komunitas bagi anak-anak SD Putri dan anak-anak SLTA Putri.
2. Wisma Bonaventura, untuk anak-anak SD Putra dan anak-anak SLTA Putra
3. Wisma Klara, untuk anak-anak SMP Putri
4. Wisma Fransiskus, untuk anak-anak SMP Putra.
Biaya hidup
Keberlangsungan Panti Asuhan Santo Yusup hingga saat ini tidak terlepas dari sokongan, dukungan dana, khususnya untuk operasional dan living baik anak-anak maupun bagi karyawan/ti. Biaya hidup harian dan bulanan yang dibelanjakan tidaklah sedikit. Baik biaya hidup dan biaya pendidikan anak asuh dirasakan sangat memberatkan. Keberlangsungan panti asuhan ini tidak terlepas dari uluran tangan, kemurahan dan ketulusan hati dari pelbagai pihak untuk berbagi. Dana pembiayaan itu bersumber dari sumbangan:
- Para dermawan, donatur tetap dan tidak tetap baik perorangan maupun kelompok, yayasan dan perusahan
- Orang tua/wali anak titipan
- Paroki-paroki di Keuskupan Bogor dan Jakarta atau keuskupan lainnya.
- Pemerintah: Departemen Sosial